watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

AGEN MODEL TERKUTUK

Pagi hari. Aku baru saja bangun tidur. Udara
terasa segar setelah Jakarta diguyur hujan deras
semalaman. Kukenakan kaos oblong tanpa lengan
dan celana pendek ketat yang menampakkan
lekuk-lekuk pantatku yang begitu menggiurkan.
Aku berjalan ke halaman depan.
“Aha.. Koran baru sudah datang”, kataku dalam
hati melihat surat kabar pagi terbitan hari ini
tergeletak di dekat pintu pagar. Kuambil surat
kabar itu. Langsung aku duduk di kursi di teras
sambil membacanya. Sebagai mahasiswa
fakultas ekonomi aku sangat menyukai berita-
berita tentang perekonomian Indonesia termasuk
krisis ekonomi berkepanjangan yang tengah
melanda Indonesia. Kubolak-balik halaman-
halaman surat kabar. Mataku tertumbuk pada
sebuah iklan satu kolom yang cukup mencolok.
“Dicari, gadis berusia 17 sampai 25 tahun. Wajah
dan penampilan menarik. Bertubuh ramping.
Tinggi minimal 165 cm dengan berat yang sesuai.
Dapat bergaya. Berminat untuk menjadi foto
model. Peminat diharapkan datang sendiri ke ****
(edited) Agency, Jl. Cempaka Putih **** (edited),
Jakarta Pusat.”
“Aku bisa diterima apa nggak ya?” Aku bertanya
dalam hati. Memang sih, kupikir-pikir aku
memenuhi syarat-syarat yang diminta. Usiaku
baru menginjak 20 tahun. Tubuhku ramping
dengan tinggi 170 cm, seimbang dengan ukuran
dadaku yang di atas rata-rata wanita seusiaku.
Wajahku cantik. Teman-temanku bilang aku
perpaduan antara Desy Ratnasari dan Maudy
Kusnadi. Tapi menurutku sih mereka terlalu
memujiku berlebih-lebihan.
Ah, coba-coba saja aku melamar. Siapa tahu aku
diterima jadi foto model. Kan lumayan buat
menambah penghasilan. Aku masuk ke dalam
rumah, ke kamarku. “Pakai baju apa ya enaknya?”
batinku. Ah ini saja. Kukenakan blus biru muda
dan celana panjang jeans belel yang cukup ketat
yang baru saja beberapa hari yang silam kubeli di
Cihampelas, Bandung.
Mobil Feroza yang kukendarai memasuki jalan
yang disebut dalam iklan. Ah, mana ya nomor
**** (edited)? Nah ini dia. Rumahnya sih cukup
mentereng. Di halamannya terpampang papan
nama “**** (edited) Agency Photo Studio &
Modelling. Menerima anggota baru.” Wah benar
ini tempatnya. Kuparkir mobilku di pinggir jalan.
Di sana sudah banyak bertengger mobil-mobil
lain. Aku masuk ke dalam. Astaga! Di dalam
sudah banyak cewek-cewek cantik. Pasti mereka
juga adalah pelamar sepertiku. Sejenak mereka
memandangku ketika aku masuk. Mungkin
mereka kagum melihat kecantikan wajahku dan
kemolekan tubuhku. Kucari tempat duduk yang
kosong setelah sebelumnya mendaftarkan diriku
di meja pendaftaran.
Gila, hampir semua tempat duduk terisi. Nah, itu
dia ada satu yang kosong di sebelah seorang
cewek yang cantik sekali, keturunan Indo.
Wajahnya mirip Cindy Crawford. Kelihatannya ia
sebaya denganku. Tapi astaga, ia memakai baju
yang berdada rendah alias “you can see,” dan rok
jeans mini yang cukup ketat, sehingga
menampakkan pangkal payudaranya yang
berukuran cukup besar. Ia nampak
memandangku dan tersenyum. Melihatnya aku
menjadi minder. Wah, sainganku ini top sekali.
Apakah mungkin aku terpilih menjadi foto model
di sini? Satu persatu para pelamar dipanggil ke
ruang pengetesan, sampai si Indo di sampingku
tadi dipanggil juga. Semua pelamar yang sudah
dites keluar lewat pintu lain. Akhirnya namaku
dipanggil juga.
“Hanny K**** (edited) dipersilakan masuk ke
dalam.”
Aku pun masuk ke dalam dan disambut oleh
seorang pria bertubuh agak gemuk.
“Kenalkan aku Adolf, direktur sekaligus pemilik
agensi ini. Siapa nama kamu tadi? Oh ya, Hanny,
nama yang bagus, sebagus orangnya. Sekarang
giliran kamu dites. Coba kamu berdiri di sana.”
Aku pun menurut saja dan menuju tempat yang
ditunjuk oleh Adolf, di bawah lampu sorot yang
cukup terang dan di depan sebuah kamera foto.
“Coba kamu lihat-lihat contoh-contoh foto ini. Pilih
lima gaya di antaranya. Aku akan mengetes
apakah kamu bisa bergaya. Jangan malu-malu,
don’t be shy!” kata Adolf sembari memberiku
sebuah album foto. Aku melihat foto-foto di
dalamnya. Ah ini sih seperti gaya foto model di
majalah-majalah! Mudah amat! Lalu aku memilih
lima gaya yang menurutku bagus. Setelah itu,
jepret sana, jepret sini, lima gaya sudah aku
berpose dan dipotret. Tapi Adolf belum
mempersilakan aku keluar ruangan. Dia
kelihatannya seperti berpikir sejenak.
“Nah, sekarang, Han. Coba kamu buka kancing-
kancing bagian atas blus kamu. Nggak usah
malu. Biasa-biasa aja lah!”
Kupikir tak apa-apa lah kali ini. Kubuka beberapa
kancing atas blusku sehingga terlihat BH yang
kupakai. Mata Adolf sekilas berubah saat melihat
pangkal payudaraku yang montok. Lalu aku
dipotret lagi dengan pose-pose yang sensual.
“Nah, begitu kan yahud. Sekarang coba buka baju
kamu semuanya.”
Wah! Ini sih mulai kelewatan!
“Ayolah, jangan malu-malu!”
Sebenarnya dalam hati aku menolak. Akan tetapi
biarlah, karena aku sejak kecil selalu mengidam-
idamkan ingin menjadi foto model.
Dengan perlahan-lahan kutanggalkan blus dan
celana panjangku. Mata Adolf tanpa berkedip
memandangi tubuh mulusku yang hanya ditutupi
oleh BH dan celana dalam. Aku sedikit menggigil
kedinginan hanya berpakaian dalam di ruangan
yang ber-AC ini. Namun Adolf tidak
mengindahkannya. Ia malah menyuruhku
menanggalkan busana yang masih tersisa di
tubuhku. Ah, gila ini! Tapi cueklah, hanya berdua
ini! Lalu dengan membelakangi Adolf, kulepas BH-
ku. Kusilangkan tanganku di dada menutupi
payudaraku.
“Han, masak kamu balik badan begitu. Bagaimana
aku bisa mengetesmu.”
Aku membalikkan tubuh menghadap Adolf. Adolf
menyuruhku menurunkan tangan yang
menutupi payudaraku. Adolf terpana
menyaksikan payudaraku yang montok dan
berisi dengan puting susunya yang tinggi
menantang berwarna kecoklatan segar, tanpa
tertutup oleh selembar benang pun. Aku menjadi
risih pada pandangan matanya. Adolf
menyuruhku melepas celana dalamku. Ia
semakin melotot melihat bagian kemaluanku
yang ditumbuhi oleh rambut-rambut halus yang
masih tipis. Sekilas kulihat kemaluan di balik
celana panjangnya menegang.
“Nah, sekarang kamu diam di situ. Akan kuukur
tubuhmu, apakah memenuhi syarat”, kata Adolf
sambil mengambil meteran untuk menjahit.
Pertama kali dia mengukur ukuran vital dadaku. Ia
melingkarkan meterannya melalui payudaraku.
Dengan sengaja tangan Adolf menyentil puting
susuku sebelah kanan sehingga membuatku
meringis kesakitan. Tapi aku diam merengut saja.
“Kamu beruntung memiliki payudara yang indah
seperti ini”, kata Adolf sambil mencolek belahan
payudaraku.
“Nah, sudah selesai sekarang.” Aku merasa lega.
Akhirnya selesailah pelecehan seksual yang
terpaksa kuterima ini.
“Jadi saya sudah boleh keluar?” tanyaku.
“Eit! Siapa bilang kamu sudah boleh keluar?! Nanti
dulu, manis!”
Wah, kacau! Apa gerangan yang ia inginkan lagi?
“Susan!” Adolf memanggil seseorang.
Seorang gadis cantik keluar dari ruangan lain,
telanjang bulat. Ya ampun, ternyata ia adalah
cewek Indo yang tadi duduk di sampingku di
ruang tunggu. Payudaranya yang montok
bergantung indah di dadanya, seimbang dengan
pinggulnya yang montok pula. Aku bertanya-
tanya apa arti dari semua ini.
“Nah, sekarang coba kamu lihat, Hanny. Susan ini
adalah satu-satunya pelamar yang berhasil
terpilih. Mengapa? Sebab ia cocok dengan profil
foto model yang saya inginkan untuk proyek
kalender bugil yang akan saya edarkan di luar
negeri. Kalo kamu ingin berhasil seperti Susan,
kamu harus berani seperti dia, Han”, kata Adolf
sambil menunjuk ke arah gadis cantik yang bugil
itu. Astaga! Batinku. Aku harus dipotret bugil.
Bagaimana pandangan orang-orang terhadapku
nanti apabila foto-foto telanjangku sampai dilihat
orang-orang banyak?! Tapi kan cuma diedarkan di
luar negeri?!
“Baiklah, tapi kali ini aja ya”, aku
menyanggupinya. Akhirnya aku dipotret dalam
beberapa pose. Pose yang pertama, aku disuruh
berbaring tertelentang dengan pose memanjang
di atas ranjang, dengan membuka pahaku lebar-
lebar, sehingga menampakkan kemaluanku
dengan jelas. Pose kedua, aku duduk
mengangkang di tepi ranjang sementara Susan
menjilati liang kemaluanku. Pose ketiga, aku
dalam keadaan berdiri, sedangkan Susan dengan
lidahnya yang mahir mempermainkan puting
susuku. Pose keempat, aku masih berdiri,
sementara Susan berdiri di belakangku dan
berbuat seolah-oleh kami berdua sedang
bersenggama. Susan berperan sebagai seorang
pria yang sedang menghujamkan batang
kemaluannya ke dalam liang kewanitaanku,
sedangkan tangannya meremas-remas kedua
belah payudaraku yang indah. Dan aku diminta
memejamkan mataku, seakan-akan aku sedang
terbuai oleh kenikmatan yang tiada taranya.
Semua itu adalah pose-pose yang
membangkitkan nafsu birahi bagi kaum pria
namun amat memuakkan bagi diriku.
Tiba-tiba kurasakan kedua belah payudaraku
diremas-remas dengan lebih keras, bahkan lebih
kasar. Aku meronta-ronta kesakitan. Aku
menoleh ke belakang. Astaga! Ternyata yang di
belakangku sudah bukan Susan lagi, melainkan
Adolf yang sekarang tengah mempermainkan
payudaraku dengan seenaknya! Entah Susan
sudah ke mana perginya.
“Jangan, Pak! Jangan!” Aku memberontak-
berontak sebisa-bisanya. Tapi semua itu tidak ada
hasilnya. Tangan Adolf lebih kuat mendekapku
kencang-kencang sampai aku hampir tidak bisa
bernafas.
“Kamu memang benar-benar cantik, Hanny”, kata
Adolf sambil mencium tengkukku sementara
tangannya masih terus merambah kedua bukit
yang membusung di dadaku.
Tiba-tiba dengan kasar, Adolf mendorongku,
sehingga aku jatuh tertelentang di sofa. Melihat
tubuh mulusku yang sudah tergeletak pasrah di
depannya, nafas Adolf memburu bagai dikejar
setan. Matanya melotot seperti mau meloncat
keluar melihat keindahan tubuh di depannya.
Kututup payudaraku dengan tanganku, tapi Adolf
menepiskannya. Betapa belahan payudaraku
sangat lembut dan merangsang ketika mulut
Adolf mulai menjamahnya. Payudaraku yang
putih bersih itu memang menggiurkan. Mulut
Adolf dengan buas menjilat dan melumat bagian
puncak payudaraku, lalu mengisap puting susuku
bergantian, sehingga aku menggelinjang kegelian.
Nafasku ikut memburu kala tangan Adolf mulai
merayap ke selangkanganku, meraba-raba
pahaku dari pangkal sampai lutut. Lalu betisku
yang mulus itu.
Aku hampir-hampir tak bisa bernafas lagi ketika
mulut Adolf terus mengisap dan menyedot
puting susuku. Aku meronta-ronta. Tapi Adolf
terus mendesak dan melumat puting susuku
yang runcing kemerahan itu. Seumur hidupku,
belum pernah aku diperlakukan sedemikian lupa
oleh lelaki manapun, dan kini aku harus
menyerahkan diriku pada Adolf.
Adolf mencoba mendorong batang kemaluannya
masuk ke dalam liang senggamaku yang sempit.
Ia sudah tak kuat lagi membendung nafsunya
yang memuncak ketika batang kemaluannya
bergesekan dengan liang kewanitaanku yang
merah terbuka. Batang kemaluan Adolf akhirnya
menghujam seluruhnya ke dalam liang
kenikmatanku. Aku menjerit ketika liang
kewanitaanku diterobos oleh batang kemaluan
Adolf yang tegang dan panjang. Betapa perih
ketika “kepala meriam” itu terus masuk ke dalam
liang kewanitaanku, yang belum pernah sekalipun
merasakan jamahan laki-laki.
Aku mencoba memberontak sekuat tenaga lagi.
Tapi apa daya, Adolf lebih kuat. Lagipula aku
sudah lemas, tenagaku sudah hampir habis.
Terpaksa aku hanya dapat menerima dengan
pasrah digagahi oleh Adolf. Dan akhirnya, aku
merasa tak kuat lagi. Setelah itu aku tak ingat apa-
apa lagi. Aku tak sadarkan diri.
Saat aku siuman, aku menyadari diriku masih
tergeletak telanjang bulat di sofa dengan cairan-
cairan kenikmatan yang ditembakkan dari batang
kemaluan Adolf berhamburan di sekujur perut
dan dadaku. Sementara kulihat ruangan itu telah
kosong. Segera kukenakan pakaianku kembali dan
bergegas ke luar ruangan. Kukebut Feroza-ku
pulang ke rumah dan bersumpah tak akan
pernah kembali lagi ke tempat terkutuk itu!


Adult | GO HOME | Exit
1/793
U-ON

inc Powered by Xtgem.com